Jumat, 15 Juli 2011

First Love part 1

Posted by Avinda deviana devah at Jumat, Juli 15, 2011
Bau rumput basah di taman pagi ini menyeruak masuk kedalam indra penciuman seorang gadis yang tengah asik menelusuri jalan setapak di taman ini. Berkali-kali ia mengirup udara yang menyejukkan ini, hingga memenuhi rongga dadanya seraya merentangkan tangan dan memejamkan matanya, lalu perlahan-lahan ia hembuskan lagi tanpa tersisa.
Gadis ini memakai T-sirt lengan panjang, berwarna hijau dengan garis-garis, dan celana jeans berwarna hitam. Tas selempang kecil berwarna caramel tersampir dipundak kanannya. Dan rambut yang dibiarkan terurai panjang melewati bahunya, anak-anak rambutnya menari-nari terbawa semilir angin sejuk.
Kemudian ia membuka matanya lagi dan menarik kedua ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman. Ia menoleh ke kanan, banyak bunga-bunga cantik yang tumbuh disana, bermacam-macam warna merah, kuning, biru. Banyak juga kupu-kupu dan kumbang yang terbang diatas bunga-bunga itu. ada sebuah kursi kayu panjang berwarna coklat kusam yang kulitnya sudah mulai terkelupas bertengger disana. Rumput-rumput hijau yang terawat mengelilingi kursi dan bunga-bunga disana. Memperindah suasana di tempat itu. lalu ia menoleh kesebelah kiri, hamparan rumput hijau yang banyak di tumbuhi tumbuhan asoka dan bugenvile, terlihat sangat indah. Banyak anak-anak kecil yang saling berkejar-kejaran, ada juga yang sedang duduk dengan satu tangan memegang ice cream dan satu tangan yang lain memegang sebuah balon yang di ikat dengan benang. Sangat lucu sekali, banyak cairan es yang berceceran di sekitar mulutnya. Gadis ini terkekeh melihat anak kecil yang belepotan cairan es krim itu. “kaya gue waktu kecil ya” gumamnya. Lalu ia mengalihkan pandangan pada seorang wanita muda yang sedang hamil berjalan-jalan ditemani sang suami. Bibir gadis itu menipis ketika melihat sepasang suami istri itu. kemudian ia mengalihkan pandangan kedepan dan kembali berjalan dengan memasang sebuah senyuman manis di wajahnya.

Gadis tadi lalu duduk di sebuah kursi panjang berwarna putih yang berada di tengah taman di dekat air mancur. Ia melilik jam berwarna biru laut yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, lalu menghela napas. Sepertinya ia sedang menunggu seseorang. Sambil menunggu ia mengayun-ayunkan kedua kakinya dengan tangan yang memegang tepian kursi.


“shillaaaaa.” Seseorang datang menyapanya seraya menepuk pundak gadis yang bernama shilla itu.

Shilla menoleh lalu tersenyum, orang yang ia tunggu akhirnya datang juga.

“hay cha” katanya masih tersenyum.

“hehe sory ya lama.” Kata gadis yang shilla panggil cha itu.

“ga papa ko cha, duduk sini.” Ujarnya mempersilahkan acha duduk. Lalu acha mengangguk dan duduk di samping shilla.

“emm, ada apa cha? Ga biasanya lo ngajak gue ketemuan gini??” Tanya shilla setelah berhadapan dengan acha.

“hehe, ga apa sih, gue mau nemuin lo sama seseorang shill.” Jawab acha dengan cengiran khasnya.

Kening shilla berkerut, lalu ia tertawa “hahaha. Gaya lu, pake mau nemuin gue sama seseorang segala, emang siapa cha?” katanya.

“ih lo pasti nanti kaget shill, lo udah kenal ko sama dia.” Kata acha.

Shilla mengangkat satu alisnya, sedikit heran dengan kalimat yang di ucapkan acha barusan. “hah? Emang siapa sih cha?” kata shilla penasaran.

“haha, udah deh nanti lo juga tau.”

“ih achaa ga asik.” Kata shilla seraya membalikkan badan dengan tangan melipat didada dan bibir yang membentuk seperti kerucut.

“hahaha, eh iya..” acha menggantung kalimatnya, hingga membuat shilla berbalik menghadapnya. “lo.. masih inget sama first love lo dulu ga?” acha melanjutkan kalimatnya dengan nada menggoda seraya menaik turunkan alisnya.

Shilla membulatkan bola matanya “achaaaaa ngapain lo Tanya-tanya ituuuuu?” kata shilla, ia merasakan wajahnya memanas.

“hahaha, muka lo merah shill.” Kata acha tertawa seraya menunjuk wajah shilla. Sedangkan shilla hanya mengembungkan kedua pipinya lalu membuang muka.

“lo berati masih inget dong.” Ucap acha lagi.

“ih chaaa udah deh ga usah di ungkit, itukan masih jaman gue SD masih anak kecil, lagian udah dari 5 taun yang lalu, masih aja lo inget.” Kata shilla mengomeli acha gaya ala ibu-ibu yang mengomeli anaknya karena anaknya nakal. Lalu mengerucutkan bibirnya.

Acha kembali tertawa “hahahaha”. “ya iyalah gue inget, first love lo kan sepupu gue, setiap ada apa-apa lo lari ke gue, ngasih surat, nangis-nangis, semuanya kan kegue, hahaha.” Kata acha lagi, lalu menjulurkan lidah saat menyelesaikan kalimatnya.

Wajah shilla semakin memanas, semburat merah muda timbul di permukaan pipi pualamnya, lalu ia memalingkan muka dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

“apaan sih cha, udah deh ga usah di ungkit.” Katanya kemudian.

“haha, iye iye.” Kata acha, kemudian ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jarum pendek itu telah menunjukan ke angka 9, sedangkan jarum panjangnya menunjuk ke angka 6, sudah dari 15 menit yang lalu ia datang ketempat ini untuk menemui teman semasa SDnya ini, seharusnya ia kesini tidak sendirian, tapi karena seseorang yang bersamanya itu mampir dulu ke toko buku, jadi ia lebih dulu menemui shilla.

Keheningan tercipta diantara kedua gadis cantik ini Shilla memilih untuk bersandar pada kursi dengan menghentak-hentakkan kakinya dan tangan menyilang didepan dada. Sedangkan Acha terus berkutat dengan ponselnya.
Shilla perlahan menghela nafas, lalu mengerjapkan matanya, sekilas melirik acha yang masih sibuk dengan ponselnya, teringat pada ponsel, shilla langsung merogoh ponselnya yang berada di tas kecilnya. Sesaat kemudian shilla menekan salah satu tombol ponsel itu hingga ponsel ditangannya menyala, tapi sedetik kemudian shilla mengerucutkan bibirnya. Tak ada apa-apa di sana, tak ada pesan atau pun telpon yang masuk, hanya ada foto dirinya yang tengah tersenyum. Sepi banget sih, kemana orang-orang, si via kemana biasanya ngesms, si cakka juga kemana, biasanya nelpon, ah gila apa hp gue yang rusak. Gumamnya dalam hati seraya mengemukul-mukul hapenya dengan tangannya.
Disampinganya, acha sedikit terganggu oleh aktivitas shilla, ia menoleh kearah shilla, lalu mengangkat sebelah alisnya. Acha melirik shilla, lalu melirik lagi ke ponsel yang berada di tangan shilla. Kemudian acha menggeleng-gelengkan kan kepalanya.

“shill?” panggil acha.

Shilla menoleh pada acha yang kelihatannya heran, lalu ia melirik pada tangan dan ponselnya, kemudian ia menghentikkan aktivitasnya, dan kembali menoleh pada acha lalu memamerkan cengiran kudanya. Acha hanya menggeleng-gelengkan kepala.

“ngapain shill? Hape lo rusak?” Tanya acha.

“hah.. em.. engga, eh em iya, eh ngga ding, bosen aja gitu ehehe.” Kata shilla sedikit gelagapan.
Acha hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf O seraya menganggukkan kepala, kemudian berbicara. “bosen? Atau lagi nunggu telpon dari seseorang?”

“ha? Apaan, ngga ko, lagian siapa yang mau nelpon gue, ga ada cha, haha.” ujar shilla santai.

“emang lo ga punya cowo?” Tanya acha keheranan, shilla tersenyum kemudian menggeleng.

“masa sih? Lo belum pacaran dari SD dulu?”

“yeeeh enak aja, ya pacaran lah pas gue SMP, tapi Cuma sekali sih, hehe.”

“Cuma sekali? Sama siapa?  Ga mungkin deh lo kan cantik pasti banyak yang kecantol sama lo.”

“biarpun sekali juga ga masalah ko, yang pentingkan pacaran.” Katanya mengerucutkan lagi bibirnya, “sama temen SMP gue waktu kelas 9, itu juga Cuma beberapa bulan, gue cantik dari mana coba, kalo iya cantik seharusnya cowo yang gue taksir mau kan sama gue.” Lanjutnya.

“sama siapa? Sama siapa? Lo naksir siapa sekarang?” kata acha antusias.

Shilla memutar bola matanya “itu dulu sih sama Riko, terus sekarang naksir sama Alvin, cumaaa…” kata shilla menggantung kalimatnya, ia lalu menundukkan kepala  “gue, cinta gue bertepuk sebelah tangan, dia ga ngerespon gue cha.” Shilla melanjutkan kalimatnya.

Acha mengangkat sebelah alisnya “masa sih dia ga suka lo? Lo kan cantik shill, banget malah.” Ujar acha.

“yaya gue cantik, tapi lo harus inget cha cinta itu ngga diliat dari tampang, iya gue cantik, kata siapapun juga, tapi orang yang gue suka ngga liat tampang gue, karena cinta emang ga liat dari apa-apa kan, kalo Cuma liat dari tampang gue itu namanya bukan cinta tapi kekaguman.”  Kata shilla pandangannya lurus menerawang kedepan.

“wow, lo dapet dari mana tuh kata-kata?” kata acha, matanya berbinar-binar, seperti mengagumi kata-kata shilla.

Shilla mengangkat bahu, lalu kembali menatap acha. “sebenernya dapet dari novel sih, hehe.”

“nyeeeh gue kira lo dapet sendiri tuh kata-kata.” Cibir acha

“hehe ngga lah, tapi ya gue juga dapet pelajaran dari kata-kata itu cha” katanya tersenyum pada acha.

“hmm oke bagus lah, terus gimana lo tuh sama si Alvin?”

“apanya?”

“lo masih suka?”

“iya sih, tapi gue mau nyoba move on aja deh.”

“oh gitu.” Acha mengangguk-ngangguk kecil, “em.. kalo sama yang mau gue temuin gimana shill?” lanjutnya.

“lu kira move on gampang cha? Oh iya keingetan, emang siapa sih yang mau lo temuin ke gue? Perasaan ga dateng-dateng.” Kata shilla kemudian menoleh ke sebelah kanan dan kiriknya, mencari orang yang akan acha temui dengannya.

“gue yakin bisa shill, gue rasa dia juga lagi move on kok.” Acha menghela nafas sebelum melanjutkan bicaranya. “bentar lagi nyampe ko, dia lagi di jalan, tunggu aja ya.” Ujar acha seraya menepuk-nepuk pundak shilla.

“oh oke.” Katanya menganggukkan kepala.

Mereka berdua akhirnya tenggelam dalam sebuah obrolan yang asyik, hingga akhirnya seorang pemuda datang dan melambaikan tangan pada acha. Acha menyadari kedatangan dan lambaian pemuda tadi, ia membalas lambaiannya sembari tersenyum. Shilla heran, pada siapa acha melambaikan tangan? Apa orang yang acha bilang sudah sampai? Shilla memutar badannya kebelakang, karena orang itu memang ada beberapa meter di belakang shilla.
Shilla memicingkan matanya, mencoba melihatnya dengan jelas, seorang cowo perawakannya tinggi, memakai kaos putih bertuliskan huruf R yang dijahit memakai benang kuning di dada sebelah kirinya, dan celana jeans hitam panjang lalu dengan sepatu kinds berwarna putih. Satu tangan pemuda itu menjinjing sebuah plastic dengan tulisan Gramedia, dan tangan lainnya di sembunyikan di balik saku celananya. Pemuda itu semakin mendekat, hingga akhirnya shilla dapat dengan jelas melihat wajah pemuda itu. Matanya membulat ketika pemuda itu tepat dua langkah berada di depannya, pemuda itu tersenyum pada shilla, lalu mengalihkan pandangan pada acha, dan berjalan menghampiri acha.
Sedangkan shilla masih terpaku di tempat, mulutnya menganga matanya berbinar-binar.
‘tuhan itu tadi apa? Malaikat? Atau pangeran atau apa? Cakep banget, mimpi ngga sih gue?’ berkali-kali shilla menggumamkan kalimat itu dalam hati. Terlalu asik dalam pikirannya, shilla tak mendengar suara acha memanggilnya.

“shill..” panggilan pertama

“shill..” panggilan kedua,

Hingga akhirnya… “shillaaaaaaaa.”  Acha menepuk pundak shilla sambil berteriak di kuping shilla.

Shilla terkejut mendengar suara acha yang terdengar begitu nyaring tepat ditelinganya, dengan cepat ia menutup telinganya lalu menghadap acha dan berteriak tak kalah kencangnya. “apaaaaaaaaaaaaaaaaa?”

Acha dan pemuda tadi sama-sama menutup telinganya, shilla menyadari bahwa ia disana tidak hanya berdua bersama acha, tetapi ada orang lain, pemuda tampan itu. Shilla lalu menunduk malu, wajahnya bersemu berah.

“elu sih ngelamun aja, suara lo cempreng gila shill, nih orang yang mau gue temuin sama lo.” Dumel acha, lalu mengendikkan dagunya kearah pemuda tadi.

Shilla dengan malu-malu mengangkat wajahnya, menatap acha, lalu menatap si pemuda tampan itu, dan kembali menatap acha.

“sory, abisnya tadi lo ngagetin gue..” kata shilla memainkan tangannya, “emm, dia siapa cha?” lanjutnya dengan tampang polos.

“lo ga inget dia shill?” kata acha menunjuk pemuda tadi, sedangkan si pemuda hanya berdiri mematung dengan tampang –gue-ga-ngerti-ada-apa-ini. Shilla hanya menggeleng dengan polos. Kemudian acha menoleh pada pemuda tadi.

“terus lo inget dia yo?” bergantian, acha kini menunjuk pada shilla. Lalu pemuda tadi memandangi shilla, kepalanya memiring, lalu ia menggeleng. “gue ga tau, baru pertama gue ketemu sama cewe cantik kaya dia.” Ucap Rio santai, hingga membuat semburat merah kembali muncul di permukaan pipi pualam shilla, ia kembali menundukkan kepala, menutupi wajahnya yang kini merah.
Acha menepuk jidatnya, lalu menggeleg-gelengkan kepala.

“kalian ga inget sama sekali? Ya ampuuun, berapa lama kalian ga ketemu? Oh ya 5 taun kalian ga ketemu, dan gue sadar diantara kalian berdua banyak banget perubahannya, lo shill lo sekarang cantik banget, dari dulu emang cantik sih, tapi beda, lo dulu juga tomboy, dan sekarang feminim banget, terus lo yo, lo dulu item, cungkring ga ganteng-ganteng amat, dan sekarang lo putihan, berisi, terus cakep ya pantes aja kalian ga kenal sama sekali.” Oceh acha panjang lebar.

Sedangkan shilla dan pemuda tadi memandangi acha heran dengan tampang yang memang benar-benar polos, mereka seperti seorang anak kecil yang melihat mamanya mengomel sendiri tanpa tau apa masalah mamanya.

Acha berdecak kesal, lalu menggeleng, ia menghela nafas berat, kemudia ia menatap shilla.

“shill.., dia itu..” acha menunjuk pemuda tadi. “dia itu Rio, sepupu gue, temen kita waktu SD, lo inget?” kata acha tak tahan. Setelah mendengar pernyataan acha, mata shilla terbelalak, ia mengalihkan pandangan pada Rio, ia menatap Rio tak percaya, jadi cowo cakep ini Rio? Ah kacau masa sih cakep banget?

Acha berganti menatap Rio, “yo dia..” acha menunjuk Shilla, “dia Shilla, Ashilla zahrantiara, wakil KM lo waktu SD dulu, lo inget?”

Kini Rio yang dikejutkan, memang Rio memang terkejut, tapi ia bisa mengatur ekspresi wajahnya (?) sehingga yang terlihat sekarang ia berdiri stay cool seperti tadi, hanya mulutnya bergerak mengucapkan kata “what?” tak bersuara. Dan sedikit mengangkat sebelah alisnya.

“oke udah tau masing-masing kan? Sana deh ngobrol-ngobrol, gue beli minum dulu ya, daaa.” Kata acha lalu berlalu pergi.

Shilla masih menatap Rio dengan pandangan tak percaya, ia memandangi Rio dari ujung kaki sampai ujung rambut, lalu ia bersandar lemas tak berdaya pada kursi yang ia duduki, shilla menundukkan kepala, mengerutkan dahi dan menggigit bawah biirnya pelan, lalu bergumam “masa iya dia cakep banget” nyaris berbisik pada dirinya sendiri. Kemudian shilla kembali mengangkat wajahnyadan menatapi Rio lagi.

Sedikit jengah karena terus ditatapi shilla, Rio mendesah pelan dan akhirnya angkat bicara “kenapa sih ngeliatin gue mulu, cakep? Pastilah gue cakep, udah ya cukup jangan ngeliatin gue terus.” Dengan percaya dirinya, dan dengan tangan dilipat di depan dada.
Shilla berdesis pelan seraya memutar bola matanya, lalu melengos.

“eh lo juga makin cantik shill, banget malah, beda banget dari yang dulu, dulu muka lo sangar banget tau ga, eh sekarang muka lo kalem banget, hebat pake pemutih apa shill?” Rio kembali berbicara, tepatnya kali ini memuji –dan mengoloki- shilla.

Semula wajah shilla memerah mendengar pujian Rio, sedikit senyuman tipis tersungging diwajahnya, namun seketika wajah shilla berubah, ia mengerutkan hidungnya, dan mengerucutkan bibirnya, lalu ia menengok kearah Rio, ia memandang Rio dengan tatapan membunuh.

“lo muji gue apa ngehina gue sih?” dumel shilla seraya berdiri berkacak pinggang menghadap Rio.

“haha sory shill, eh liat coba sekarang tinggian gue dari pada elo, hahaha lo kalah sama gue shill, weee.” kata rio meminta maap, dan kemudian mensejajarkan dirinya dengan shilla, lalu mengukur tinggi mereka, dan terakhir menjulurkan lidahnya.
Shilla semakin kesal, ia lalu mencubit tangan Rio kencang-kencang.

“adaaaaaaaw, sakit shill, gila aja lo.” Ringis Rio sambil mengusap-usap lengannya.

“abisan elonya gitu, wee” kata shilla menjulurkan lidah lalu menyilangkan tangannya di depan dada.





**************************************************************







Setelah hari itu tepatnya satu minggu yang lalu pertemuannya dengan Rio, shilla kini tidak lagi melihat Rio, ya karena kesibukan shilla di sekolah tentunya yang membuat shilla jarang bertemu acha juga. Meskipun terkadang shilla selalu memikirkan Rio, tapi shilla tak begitu mempedulikan hal itu, ia tak menyadari bahwa akan ada sesuatu yang terjadi padanya, tentang perasaannya.
Pagi ini shilla kembali beraktivitas seperti biasa, ia pergi sekolah dengan riang gembira, ya karena itu memang shilla, shilla yang selalu tersenyum, dan ceria, dengan mulut bawelnya yang selalu bikin shilla merupakan anak yang periang.

Shilla berjalan riang di sepanjang koridor sekolahnya, sambil bersenandung kecil, ia memainkan anak-anak rambutnya yang terurai panjang. “lalalalala~”
Satu menit kemudian, shilla menghentikan langkah dan senandungnya, kemudian raut wajahnya berubah seperti sedang mengingat sesuatu, telunjuknya terangkat kemudian menyentuh bibirnya, lalu beralih kedagu, ia mengetuk-ngetuk dagunya.
Seketika itu shilla terbelalak, ia mengingat sesuatu yang sangat mengerikan di pagi ini, air mukanya berubah menjadi pucat.
“HUWAAAAAA GUE BELUM NGERJAIN TUGAS BU WINDAAAAAA” teriaknya histeris, hingga membuat beberapa siswa yang berada di sana terlonjak kaget dan menoleh kearah shilla.
Buru-buru shilla berlari menuju kelasnya yang tak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Dengan tergesa-gesa shilla berlari hingga tak mempedulikan siswa-siswi yang ada di sepanjang koridor memandangnya heran, dan menubruk beberapa siswa yang menghalangi jalannya, tanpa berbalik shilla hanya mengucapkan kata “sory..sory” sambil terus berlari.


Sesampainya di kelas shilla langsung menghampiri teman sebangkunya, lalu mengobrak-abrik meja temannya.

“bantuin gue cepet bantuin gue, gue belum ngerjain tugas bu winda, plis plis.” Katanya masih mengobrak abrik meja temannya.

“aduh shill gue juga lagi ngerjain, diem deh kalo mau bareng aja sini.” Omel temannya.

“ah sini mana, sepuluh menit lagi masuk, aaaaaa via cepetan deh.” Kata shilla seraya menarik buku temannya, sivia.

“aduh shill, bentar lagi paling 5 menitan lagi, diem deh ini ntar bukunya sion sobek.”

Setelah itu shilla duduk pasrah menunggu sivia mengerjakan –lebih tepatnya memindahkan hasil kerja orang lain ke- tugasnya.
Sesekali mata bening itu melirik pemuda yang duduk bertopang kaki di meja sebelah sivia, di matanya pemuda itu masih sangat menawan, mata sipitnya, senyumannya, gelak tawanya, suaranya, wajah orientalnya yang tampan, aaa bagaimana bisa move on kalo terus saja begini, rutuknya dalam hati, lalu menggeleng kan kepala. Ia menundukan kepalanya menatapi kedua ujung sepatunya dengan miris, ia memajukan bibir bawahnya, dan memainkan tanganya. Miris miris sekali, bila mengingat ternyata cinta kita bertepuk sebelah tangan, apalagi perasaan kita tak di respon sama sekali, sangat mengerikan.

“shill nih.”

Suara dan sodoran sebuah buku itu membuatnya mengangkat kepala, ia tersenyum dan menerima buku itu dengan tak bersemangat.

“kenapa lo? Tadi aja histeris banget, sekarang lemes banget”

“ga papa ko.” Kata shilla dengan suara yang sangat pelan, seraya mengeluarkan alat-alat tulisnya dari tasnya dengan –sangat- tidak bersemangat.

“shill lo kenapa?” Tanya sivia cemas.

Shilla menggeleng, lalu memulai memindahkan tulisan rumus-rumus itu pada bukunya.
Seperti yang sudah mengerti, sivia hanya mengangguk paham, lalu melirik pada pemuda yang duduk –masih dengan- kaki bertopang disampingnya. Sivia menghela nafas.

Alvin ya shill?” bisiknya pelan.

Shilla menoleh pada sivia, bibir bawahnya maju beberapa centi lalu mengangguk miris.

“sabar ya shill…” sivia menepuk-nepuk pelan pundak shilla, mencoba memberi kekuatan pada sahabatnya ini. Shilla hanya mengangguk dan mulai berkutat lagi dengan tugasnya. Shilla mencatat rumus-rumusnya benar-benar tidak semangat, ia sering menghela nafas berat.

“shill nulisnya cepetan dikit napa, bentar lagi bel, bu winda bentar lagi datang.” Ujar sivia mengingatkan.

Seperti mendapat ilham, shilla langsung tersentak, lalu dengan cepat dan semangat ia melanjutkan mencatatnya.
Selang setelah 5 menit yang lalu bel berbunyi, shilla masih berkutat dengan tugasnya, tinggal seperempatnya lagi ia menyelesaikan tugasnya.
Kemudian Bu Winda datang, semuanya tampak diam, tak bersemangat. Bu winda terkenal sebagai guru yang paling kiler setelah pak duta di sekolah ini. Hanya saja bu winda paling tidak suka dengan muridnya yang tidak focus belajar saat ia menerangnkan, sedangkan pak duta, ia lebih suka kelas yang disiplin, tak ada suara, tak ada hal sekecil apapun yang bisa mengganggu kelasnya.
Pagi ini memang di awali dengan pelajaran fisika yang digurui oleh Bu winda, bu winda juga wali kelasnya shilla.

“selamat pagi anak-anak.”

“pagi bu.” Jawab anak-anak serempak, shilla pun ikut menjawab, namun pandangannya tetap tertuju pada catatannya yang kini tinggal 10 baris lagi.

“anak-anak, sekarang kita kedatangan murid baru. Ayo silahkan masuk.” Bu winda mempersilahkan murid baru itu masuk.
Setelah anak baru itu masuk, semuanya sangat ribut, apalagi kaum hawa, mereka sibuk berbisik-bisik, ada juga yang tak sengaja berteriak histeris melihat anak baru itu.
Sivia pun ikut ternganga melihat si murid baru itu.

“shill, shill.”

“hmm..”

“shill..” kata sivia menyikut shilla, namun tatapannya masih tertuju pada murid baru itu.

“apasih, gue lagi ngerjain ini tanggung 5 baris lagi.” Kata shilla masih tidak beralih pandangannya dari bukunya itu.

“shill dia cakep lho.” Kini sivia menatap shilla penuh arti.

Shilla menghela nafas, lalu menghentikan aktivitasnya sekedar untuk melirik sivia yang kini masih menatapinya, lalu ia memutar bola matanya dan menggeleng-gelengkan kepala, kemudian ia kembali berkutat dengan catatannya.

“terserah deh.” Ujar siva seraya mengangkat bahunya.

“ayo perkenalkan namamu.” Kini Bu winda yang berbicara.

Si murid baru hanya mengangguk, lalu menghadap pada teman-temannya yang kini duduk tak sabar menanti untuk ia mulai perkenalannya.

Sebelum berbicara, dia tersenyum manis pada teman-teman di depannya itu, hingga membuat kaum hawa merasa ingin pingsan melihat senyuman miring murid baru itu.

“hai semua…” ia angkat bicara.

Setelah mendengar suara itu, shilla menghentikan aktivitasnya sejenak, ia merasa mengenal suara itu, ia memutuskan untuk mendengarkannya lagi sebelum ia benar-benar melihat siapa murid barunya itu.

“perkenalkan….”

Shilla menelan ludah, ia kenal suara itu, jangan-jangan….

“nama saya…”

Shilla belum yakin sepenuhnya, ia memegang erat pulpen yang ia genggam di tangannya, kemudian memejamkan matanya.

“Mario stevano..”

“Haaaaaaaah???”
Shilla langsung tesentak, ia mengangkat kepalanya untuk melihat siapa murid baru itu, ia terlonjak kaget sehingga pulpen yang ia genggam jatuh kebawah, dan sedikit menciptakan kegaduhan didalam kelas.

“ada apa Ashilla?” Tanya Bu winda yang sepertinya terganggu oleh kegaduhan yang shilla buat.

“hehe, ga ada apa-apa bu, ini pulpen saya jatuh.” Jawab shilla cengengesan.

“ya sudah jangan ada keributan lagi, ayo Mario lanjutkan perkenalannya.”

Rio mengangguk lalu meneruskan perkenalannya, tapi pandangannya tertuju pada shilla yang sama kini tengah melihat ke arahnya, lalu ia tersenyum.

Shilla masih tak percaya, murid baru itu ternyata Rio, haaaaah masa sih, kenapa Rio tidak pernah bilang padanya kalo ia akan bersekolah di tempat shilla sekolah, apalagi sekelas dengan shilla.

Rio kini di persilahkan duduk oleh bu winda, ia di suruh duduk dengan Gabriel, yang teryata Gabriel duduk tepat di belakang shilla.
Rio berjalan semakin dekat, semakin dekat hingga akhirnya berhenti tepat di depan meja shilla, Rio tersenyum lalu menyapa shilla.

“hay shill..” katanya seraya menaik turunkan alis.

Shilla membuka mulutnya tanpa bersuara, ia masih sangat tak percaya. Kini berpasang mata menatap shilla aneh, ada yang bertanya pada shilla tapi tak shilla jawab, shilla memutar badannya kebelakang ke meja Rio dan Gabriel.

“lo..lo Rio? Lo ko bisa sekolah disini?”

Rio yang sedang berkenalan dengan Gabriel mengalihkan pandangan pada shilla.

“kenapa emangnya?” jawab Rio santai.

“isssh kenapa ga bilang-bilang???” Tanya shilla kesal.

“kenapa mesti bilang-bilang sama lo, emang lo siapa, lagian gue gatau kalo lo juga sekolah disini.”

“issh Rio……” kata shilla geregetan.

“ashilla, ada apa? Kenapa kamu hari ini sering bikin kegaduhan, kalo mau kenalan nanti saja pas pelajarang berakhir.”

Shilla menunduk lalu berujar “iya bu, maaf kan saya.”

“ya sudah, lanjutkan pelajaran kalian, buka buku dan tugas kalian.”

Shilla masih nampak kesal, bisa-bisanya si Rio bilang begitu padanya, awas saja nanti gue bikin perhitungan, umpatnya kesal di dalam hati.

“shill…” sivia menyikut shilla.

“apa.”

“lo kenal Rio dari mana?”

“dia temen SD gue….”

“hah…?”

“udah deh diem nanti ketauan bu winda..”

“ashilla sivia kalian sedang berbincang apa? Kalo mau berbincang bincang silahkan di luar!.” Bentak bu winda.

“m..ma..maaf bu, ta..ta..di saya sedang bertanya pada shilla, karena tulisan ibu kurang jelas.”

“hmmm, ya sudah sekarang cepat kerjakan, dan jangan lagi ada yang ribut.”

Semuanya menganggu lesu begitupun dengan shilla dan sivia, mereka saling menyikut kemudian mengangguk juga.



Pelajaran hari ini pun telah usai, maka semua siswa pun berhamburan keluar sekolah dengan riang gembira, apalagi kelas XI MIPA1 mereka sangat bersemangat untuk segera keluar dari sekolah ini, karena seharian ini merupakan hari yang menyebalkan bagi mereka selain pelajaran-pelajaran yang membosankan ditambah dengan guru-guru yang super kiler dan mengerikan.

Dikelas kini tinggalah tiga butir murid yang masih sibuk membenahi alat-alat tulis mereka, sebenarnya salah satu dari ketiga murid itu sudah selasai dari beberapa saat tadi, ia hanya sedang menunggu buku yang di pinjam ‘teman’nya untuk dikembalikan padanya. Mereka adalah Shilla, Alvin, dan Rio –simurid baru tadi-.

Shilla masih sibuk dengan catatan yang ia tulis di bukunya, ia –terpaksa- meminjam buka Alvin untuk disalin pada buku catatannya, sivia yang mengusulkannya, karena ia sendiri harus buru-buru pergi bersama Oik adik sepupunya untuk segera pulang. Jadilah mau tidak mau shilla harus berani berurusan dengan Alvin. Hal sekecil itu mampu membuat shilla menunduk malu menutupi perubahan warna pada pipinya, sesekali ia tersenyum mengingat bahwa dikelas ini hanya ada dia dan cowo yang ia suka Alvin, tunggu ralat! Bukan hanya ada dia dan Alvin tetapi ada seseorang yang duduk bersandar pada kursi sembari membaca komik bleach kesukaannya di belakang punggung shilla. Shilla tak sedikitpun mempedulikan seseorang yang lain disana, yang terpenting ia kini berada satu ruangan –yang sebelumnya memang sering satu ruangan tapi tidak sesepi ini.

Di belakangnya Rio mendesah pelan, komik yang ia baca sedikit lagi akan selesai ia tuntaskan. Ia mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling ruangan hanya ada dia dan kedua teman –lama dan baru-nya, lalu kembali tenggelam dalam keasyikkan komik tersebut.

Di samping shilla, Alvin duduk menyamping menghadap shilla dengan bertopang kaki dan dengan tangan yang menyilang di depan dada. Air mukanya tenang. Ya itulah Alvin, pendiam, dingin, dan cuek. Tapi dibalik itu semua Alvin menyimpan kasih sayang yang amat besar.
Pandangannya lurus kearah buku catatannya yang tergeletak diatas meja gadis yang selama ini mengejarnya –ingat mengejarkan bukan dikejarnya-. Ia memberanikan diri untuk melirik sekilas gadis yang tengah asik dengan tulisannya. Ia menyadari betul gadis didepannya ini sangatlah cantik, dengan mata bening, pipi pualamnya, hidungnya yang sedikit mencuat keatas (?), bulu matanya yang lentik dan bibirnya yang dilapisin lipglos transparan berwarna pink. Ditambah dengan mukanya yang super polos saat mengerjakan dengan tekun tulisan-tulisan itu. Seulas senyuman tipis tersungging diwajah Alvin. Kini ia sadar, betapa bodonya ia tidak pernah peduli pada shilla, tidak pernah menyadari kehadiran shilla untuknya, tidak pernah menoleh sedikitpun pada shilla, dan lebih kejamnya ia tidak pernah merespon sama sekali perasaan shilla padanya. Ia hanya berfikir setiap orang itu sama, sama-sama buruk di matanya, sehingga ini yang membuat ia tertutup pada semua orang, bahkan ia hanya berteman dengan Ray, teman sebangkunya, itu pun karena Ray sudah lama mengenal Alvin.
Kini Alvin akan berusaha membuka hatinya pada gadis ini, pada shilla.

0 comments:

Posting Komentar

 

secuil karya avinda Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea