Selasa, 14 Juni 2011

Love Story ~part5~

Posted by Avinda deviana devah at Selasa, Juni 14, 2011 0 comments
Hari pertama sekolah ify tiba. Dengan semangat Ify bersiap-siap untuk menyiapkan keperluannya. Tak perlu repot-repot, karena di sekolah ini sesi Masa Orientasi Siswa (MOS) tidak –terlalu- repot, hanya sederhana. Tidak seperti sekolah sekolah lain yang di tuntut membawa bawaan layak-nya orang pindahan, dirias layaknya ondel-ondel, disiksa layaknya budak. MOS di sekolah ini lebih sehat dan positif. tak ada siksa-menyiksa, tapi selebihnya memang kegiatannya sama dengan sekolah-sekolah lain, hanya pada hari pertama saja yang berbeda.

Ify kini tengah memakai baju seragam lengkap SMPnya dulu, karena memang saat mos masih belum bisa memakai sekaram putih abunya SMA Darma Buana, karena mereka belum sepenuhnya menjalankan mos. Ify menguncir satu rambutnya yang ikal dan panjangnya melebihi bahu, dan memasang pita berwarna biru di poninya. Lalu ia menyelempangkan tasnya yang senada dengan rok biru –SMP-nya. Kemudian melangkah menuju cermin yang terpasang di meja rias, dan mematut dirinya sendiri. Di cermin itu ada pantulan dirinya yang tengah saling berpandangan (?). ify berkali-kali merapikan bajunya, mengusap-usap bagian bahunya, merapikan lagi bagian rambutnya, sesekali kepalanya memiring kekiri mencoba meneliti apa lagi yang kurang hari ini. Ify menarik salah satu ujung bibirnya, lalu bergumam “lumayan” lalu menyembangkan senyumanya “gue siap ngadepin hari pertama mos di sekolah baru, yeah!” lanjutnya bersemangat, seraya mengangkat satu tanganya penuh semangat 45. kemudian ify berjalan maninggalkan kamarnya menuju ruang makan, karena pastinya keluarga barunya itu sudah menunggunya untuk sarapan bersama.

Kalian lihat kan, hari pertama ify tak merepotkan bukan? Seperti yang sudah kalian baca sebelumnya, pada hari pertama mos di sekolah ini, tak sama dengan mos pertama di sekolah lain. Hari pertama mos disini siswa/siswi baru hanya di beri pengarahan oleh Pembina OSIS, dan OSISnya sendiri. Tetapi kemudian di hari kedua dan ketiga mos, mereka melaksanakan mos seperti di sekolah lain, dan tentunya siswa/siswi bari ini pun disuruh memakai barang-barang itu, seperti tas dari karung, rambut di kepang banyak pake tali pita, kaos kaki warna warni, oya tentu saja lebih ringan dari sekolah lain.



Seusai sarapan Rio langsung menyambar tasnya yang tergeletak di lantai samping tempat duduknya, lalu berjalan kearah mamanya untuk berpamitan dan mencium tangan mamanya. “rio berangkat ya mah” katanya seraya mencium tangan mamanya, mamanya hanya mengangguk, “pah, Rio nunggu di mobil aja ya.” Lanjutnya menoleh pada sang ayah, kemudian melanjutkan langkahnya dan kebiasaanya berjalan dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana. Tapi sesaat kemudia ia menghentikkan langkahnya, dan menoleh ke belakang.

“fy, makannya yang cepet dong, takut kesiangan, inget sekarang mos!” katanya ketus, tegas, namun pelan sambil mengendikkan dagu pada jam dinding yang menempel pada dinding ruang makan.
Ify yang sedang melakukan aksi menyuap makanannya terpaksa terhenti karena mendengar ucapan Rio tadi, sedikit merasa kesal, ia mengerucutkan sedikit bibirnya, lalu mengangguk mengiyakan ucapan rio, tanpa menoleh keasal suara itu keluar dan tanpa mengeluarkan suara, lalu Ify pun kembali menyuap makanan disendoknya dan mengunyahnya.
Sedangkan Rio tetap dengan posisi tadi hanya memutar bola matanya, lalu berdecak pelan, dan kembali berbicara “15 menit lo kudu udah selese makan” selanjutnya ia melanjutkan langkahnya, dan berlalu cepat meninggalkan ruang makan sebelum gadis itu berkata-kata lagi.


15 menit kemudian berlalu, ify mengampiri rio lebih cepat dari yang rio ucapkan tadi, kini mereka berdua tengah berada didepan mobil dan menunggu pa adit keluar. Rio bersandar pada samping mobil inova ayahnya masih dengan kedua tangan dalam saku celana, dan tak lupa earphone selalu menguntai di telinganya, matanya terpejam menghayati lagu yang terputar di ipodnya itu. Dan ify.. ia berada di posisi yang paling melas, Ify duduk berjongkok disamping Rio, menghadap mobil, dengan kedua tangannya menopang dagu dan bertumpu pada kedua lututnya. Sesekali ia menghela nafas dan mengerucutkan bibirnya, lalu mengembungkan kedua pipinya. Tak lama kemudian Adit datang, dan mereka pun melesat dengan cepat menuju Sekolah Menengah Atas Darma Buana.


***********************************************************


MOS pun telah selesai Ify lewatkan, selama 3 hari ify melaksanakan masa orientasi siswa itu dengan lancar, dan sedikit gangguan, seperti dalam membawa persyaratan yang OSIS berikan, kadang Ify bertanya pada Rio tentang syarat-syarat yang Ify tak tahu, dan Rio pun kadang memberi tahu Ify karena tak tega melihat muka melas ify yang sudah terlalu melas (?).
Kini Ify pun telah resmi menjadi siswa SMA Darma Buana, ia ditempatkan di kelas X 3, Ify juga telah mempunyai teman, yang sekarang sudah lumayan dekat dengannya dan duduk sebangku dengannya, Sivia Azizah teman baru sekaligus teman sekelas dan sebangku ify.

***

Dalam ruangan bernuansa hijau muda ini seorang gadis berpipi chuby dan bermata sipit terus mondar mandir mengelilingi ruangan yang ia sebut kamar, dengan tangan didepan dada layaknya seorang majikan yang menunggu pembantunya untuk membawakan barang kemauannya. Ya, memang gadis ini sedang menunggu pembantunya mengambilkan sepatu barunya yang disimpan dalam lemari sepatu di lantai bawah. Berkali-kali ia melirik jam yang melingkar di tangan kirinya, lalu berdecak kesal. Ia menghentak-hentakkan kakinya karena sudah merasa keki dan bosan menunggu sang pembantu.

“bik, bibik, mana sepatu via, lama banget ini udah jam setengah 7 lho, nanti via terlambat.” Teriak sivia seraya mengetuk-ngetuk jam tangannya denganjari telunjuknya.

“iya non, ini saya mau kekamar non.” Jawab si bibik –pembantu sivia- dengan logat jawanya.

Sivia kemudian mendengus kesal lalu kembali mondar mandir di kamarnya, sampai akhirnya samng bibik mengetuk pintu kamarnya.

Tok tok tok…

“masuk”

“ini non, maaf ya bibi ngambilnya kelamaan” ujar sibibi seraya membungkukkan badan.

“ya udah ga papa, oya, mama sama papa udah berangkat?” kata sivia sambil memakai sepatunya.

“sudah non, tadi pagi-pagi sekali.”

Sivia hanya membentuk mukutnya seperti huruf O, tanpa besuara.

“masih ada yang kurang non?” Tanya sang bibi.

“ngga ada, makasih bi.” Jarnya “eh tolong bilang sama pak aman, cepet siapin mobil saya mau berangkat sekarang.” Lanjutnya.

“baik non, nanti saya sampaikan pada pak amin, oya non rotinya sudah ada di meja makan ya non. Saya permisi.” Kata si bibi, lalu pergi menghilang di balik pintu.

Sivia hanya mengangguk saja, sebelum akhirnya pembantunya keluar.

Sivia azizah yang teman sebangkunya Ify, ia tinggal hanya berdua dengan pembantunya, karena kedua orang tuanya jarang sekali berada dirumah, paling hanya seminggu dua atau tiga kali mereka ada dirumah, karena kesibukkan pekerjaan. Tapi itu tak membuat sivia kehilangan kasih sayang dari orangtuanya, karena orang tuanya masih sangat peduli padanya.





**********************************************************



Ify berjalan sendiri menelusuri koridor sekolah, setelah tadi sempat berjalan berdampingan dengan Rio, tetapi akhirnya berpisah karena Rio pergi keruangan OSIS, sebetulnya hanya alasan saja Rio pergi keruang OSIS karena sebenarnya Rio tak mau ada orang yang melihat mereka jalan berdampingan. Tapi toh itu pun tak jadi masalah buat Ify, karena sejujurnya Ify agak risih bila dekat dengan Rio, pasti ia akan diintrogasi oleh fans-fansnya Rio di sekolah, dia akan ditanyai seperti ini “hay fy, lo siapanya Rio ko semobil sama Rio?” ya seperti itu lah pertanyaannya, seperti pagi ini ia sudah ditanyai oleh beberapa orang tentang kedatangannya bersama Rio, tapi Ify hanya menjawab “kebetulan aja” singkat sesingkat singkatnya lalu langsung pergi, karena tak mau ditanyai lebih lanjut lagi. Ya memang jawaban ify tadi bukanlah sebuah alasan yang memuaskan, orang yang menanyai Ify masih sangat penasaran dengan itu, tapi kebanyakan orang tak mempedulikan itu.

Ify mengalihkan pandangan kesebelah kanan, disitu terlihat lapangan basket yang sudah dipenuhin oleh kakak-kakak kelasnya yang sedang bermain basket, banyak juga anak-anak dari kaum hawa yang menonton permainan basket itu. Tentu saja yang bermain basket disana adalah sekumpulan pemuda tampan yang menjadi the most apalah itu Ify tak tahu, hanya yang ia ingat dalam the most, the most itu terdiri dari beberapa pemuda tampan yang Rio juga termasuk dalam julukan the most itu. Seingat Ify ada 4 orang pemuda yang menjadi bintang sekolah itu. Mario Stevano si anak cablak nan pongah namun tetap ramah dan baik hati dengan wajah tampan dan senyuman miringnya menambah kesempurnaan sosok Rio itu. Rio juga seorang kapten basket dan wakil ketua OSIS. Selanjutnya Alvin Jonathan si judes dan pendiam namun sangat perhatian pada orang-orang yang ia sayangi, Alvin sering dijulukin pangeran diam-diam menghanyutkan, dengan mata sipitnya dan wajah oriental yang kebanyakan kaum hawa disekolahnya menyebutkan bahwa Alvin mirip actor korea yang berperan sebagai joon-ha di serial drama korea yuhee the witch. Alvin juga ketua eskul pfotografi disekolahnya, dan seorang anggota OSIS juga basket. Ada juga si Gabriel Stevent yang terkenal dengan senyuman miring yang memikat para kaum hawa yang melihatnya, wajahnya yang amat tampan dan sikapnya yang sangat sangat ramah membuat pemuda satu ini banyak dikagumi oleh siapapun yang dekat dengannya. Iel –panggilan akrab Gabriel-  adalah ketua OSIS SMA Darma Buana sekaligus ketua eskul seni, dan juga anggota tim basket. Yang terakhir seorang cowo keren yang yang sangat tampan dan pasti status playboy selalu melekat pada pemuda yang seperti ini, tapi tentu saja tidak pada cowo satu ini, Cakka Kawekas. Cakka tidak menjadi playboy, ia cukup mempunyai satu dambaan hati yang selama 6 tahun selalu setia di dalam hatinya. Cakka bukan anggota OSIS seperti ketiga temannya, ia lebih suka dalam bidang olahraga. Cakka adalah kapten futsal disekolahnya, juga anggota tim basket. Cakka terkenal lebih cepat gaul dengan siapapun, ia akrab dengan siapapun, anaknya juga humoris, cablak juga, biasanya cakka menjadi lawan adu mulut dengan Rio, karena sama-sama cablak.

Ify menatapi satu persatu pemain basket yang tengah berlaga dalam lapangan basket sekolahnya ini, ada 5 orang pemain yang sedang berkutat dengan bola bundar yang mengampul itu, diantara kelima orang itu ada tiga orang yang ify –lumayan- kenal, mereka adalah Alvin, Gabriel, Cakka, dua orang lainnya ify tak tahu, ia tak kenal. Sedikit heran, kenapa yang ada Cuma ketiga orang itu? Seperti ada yang kurang, bukannya biasanya kalo ada mereka bertiga pasti ada lagi satu orang yang paling di puja oleh banyak kaum hawa, tapi ko dia ga ada. Ify mengangkat satu alisnya mencoba berfikir kira-kira siapa yang kurang itu, siapa yang tak ada dalam lapangan itu. Sesaat kemudian ify menepuk jidatnya, artinya ia sudah tau siapa orang itu. “yang ga ada itu kan ka Rio, gue lupa.” Gumamnya sangat pelan, nyaris berbisik pada diri sendiri. Tapi kemudian Ify mengangkat bahu mengacuhkan ketidak adaanya Rio di lapang basket, karena Ify juga ingat tadi Rio berjalan kearah ruang OSIS, yang berlawanan arah dengan kelasnya Rio yang berada dilantai dua sebelah kiri dari lapangan basket.

Kemudian Ify mengalihkan pandangan kesudut lapangan, disana berdiri seorang gadis cantik berkulit putih dan berambut panjang ikal yang dibiarkan terurai melewati bahunya, rambutnya yang menari-nari liar terbawa angin membuat gadis itu nampak sangat begitu cantik di tambah senyumannya yang manis. Gadis itu berdiri memeluk sebuah buku yang agak tebal dengan satu tangannya, sedang tangan lainnya sibuk menyelipkan helaian rambut yang sedikit membuatnya terganggu karena rambutnya menghalangi pandangannya, kebelakang telinga, diiringi gelak tawa renyah yang terukir di wajah cantiknya. Lalu seorang gadis lainnya yang berpenampilan sedikit mirip dengan cowo datang menghampiri gadis itu dan sedikit menepuk pundak gadis cantik itu, hingga membuat gadis cantik itu menoleh kearahnya dan tersenyum padanya.
Entah mengapa Ify tiba-tiba menarik kedua ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman sambil terus menatap kearah kedua gadis yang kini tengah berbincang-bincang, yang Ify tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan karena jarak mereka terlalu jauh. ify kelihatannya sangat mengagumi gadis cantik bermata bening itu, kalo ia lelaki pasti ia akan langsung jatuh cinta pada gadis itu.

“kakak itu cantik banget” gumam ify polos, lalu memiringkan kepala seakan-akan mengingat-ingat sesuatu, dahinya sedikit berkerut “siapa ya namanya” katanya lagi sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuknya pada dagu tirusnya. Sedetik kemudian sayup-sayup Ify mendengar teman seangkatannya melewatinya sedang berbincang dengan temannya yang lain.

“eh enak ya jadi kak Shilla, udah cantik, baik pinter, kaya lagi, perfeck deh pokoknya.” Kata gadis yang pertama.

“iya ya gue envy sama ka Shilla….”

Setelah itu Ify menyeringai dan tersenyum lebar, ia kini mengingat nama kakak kelas yang ia kagumi itu.

“oh iya namanya Shilla, kalo ga salah namanya Ashilla Zahrantiara, namanya cantik kaya orangnya.” Kata ify tersenyum tipis masih terus memandang kearah gadis cantik yang bernama Shilla tadi. Tapi tak begitu lama senyum Ify memudar seiring dengan datangnya seorang pemuda yang tak asing lagi bagi Ify menghampiri Shilla dan menutup mata Shilla dari belakang dengan kedua tangan kokohnya.
Entah mengapa saat melihat adegan itu hati Ify terasa sakit, matanya terasa panas, sepertinya butiran bening itu akan segera meleleh di kedua pelupuk matanya, Ify mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu mengusap pelan matanya. Dan menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menetralisir hatinya saat ini yang tengah bergejolak. Apakah ini adalah rasa cemburu? Oh tidak jangan! Jangan terjadi. Ify memohon dalam hati, lalu ia berlari menuju kelasnya…


***************



Gadis cantik bermata bening ini tengah asik berbincang dengan sahabat dekatnya yang berpenampilan seperti anak laki-laki namun tetap anggun dan masih terlihat sisi keperempuannya (?). Kadang tertawa mendengar celotehan dari sahabatnya itu kadang juga mengerucutkan bibir saat sahabatnya itu mengolokkinya. Tapi dimata seorang cowo gadis yang tengah asik mengobrol dengan sahabatnya itu meskipun memasang tampang sebagaimana rupapun, tetap saja kelihatannya cantik.
Lalu pemuda itu berjalan mengendap-endap layaknya maling yang habis mencuri sesuatu, kerarah gadis itu dari belakang punggung gadis itu, dan mengulurkan kedua tangannya lalu menutup mata gadis itu, hingga sang empunya meronta, dan mencoba menarik telapak tangan yang menutup matanya.

“aduh siapa deh ini, iseng banget” dumelnya masih tetap mencoba menarik telapak tangan itu, namun tetap saja tangan yang menutup matanya terlalu kuat untuk ia buka.
Sedangkan gadis yang berdiri dihadapan Shilla –gadis yang matanya ditutup- hanya terkekeh geli saat pemuda yang menutup mata shilla berkata padanya untuk diam walau hanya dengan gerakan mulut saja, tapi masih bisa di mengerti olehnya.

“aduh ag lo masih di situ kan? Ini siapa deh?” ujar shilla pada sahabatnya yang bernama agni itu.

“tebak dong shill.” Ucap agni sedikit menahan tawa, karena geli melihat ekspresi wajah shilla.

“emm.. tunggu deh.” Ujar shilla sambil meraba-raba tangan yang menutupi matanya itu, mencoba menebak siapa orang yang berani iseng padanya. “aaah Rio ya, ih jangan iseng deh yo, lepasin.” Katanya lagi sedikit mencak-mencak.

“hahahahaha, yah ketauan deh.” Kata Rio seraya melepas tangannya dari mata shilla.

“huu iseng banget sih kamu yo.” Kata shilla mengerucutkan bibirnya, yang kini tengah berhadapan dengan Rio.

“hahaha, sory cinta, aku kan Cuma bercanda, jangan marah ah, tambah cantik ntarnya.” Ujar Rio sedikit menggoda seraya mengusap puncak kepala gadisnya itu.

Shilla memutar bola matanya, “ah ya ya ya, tapi jangan ngulangin lagi ya, gombalanmu basi tau ga.” Katanya seraya menunjuk Rio dengan telunjuknya lalu melipatkan tangan di depan dada.

“weeeeeh gue jadi bat nyamuk nih, gue pergi ya, kalian lanjutin aja pacarannya.” Kata agni yang segikit keki melihat sepasang kekasih ini tengah saling melepas rindu mengacanginya.

“iye sono-sono ganggu aja lo.” Kata Rio sedikit mengusir agni seraya mengibas-ngibaskan tangannya.

“eh yo gue tabok lu ya!.” Ujar agni sedikit kesal sambil mengulun lengan bajunya.

“kalem mamen kalem, kenapa ya si cakka demen banget sama cewe kaya lu ag, ckck.” Kata rio sedikit berdecak, seraya mengangkat tangannya dan mencoba menenangkan agni.

“eh yo gini-gini juga gue cewe, jelas lah cakka demen sama gue, gue kan cewe bukan cowo!”

“eh udah udah kalian ko malah ribut, udah yo jangan ngatain agni lagi, kasian dia, ntar kamu adu bacot lagi sama si cakka.” Kata shilla menengahi perdebatan yang terjadi di antara kekasihnya dan sahabatnya.

“shill bilangin tuh sama cowo lu jaga tuh mulutnya, kalo ngga gue sumpel tuh mulut lo yo.” Kata agni masih dengan nada yang sedikit kesal.

“iye, gue minta maaf deh ag, damai ya peace.” Kata rio lagi dengan cengiran kudanya ditambah dengan satu tangan yang ia angkat dan mengangkat jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.
Agni hanya memutar bola matanya lalu melengos dan pergi begitu saja.

“ckck, aneh deh shill temen mu itu.” Rio berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Sedangkan shilla hanya terkekeh geli melihat kekasihnya yang nampaknya ngeri melihat agni sahabatnya.

“ya udah lah yo, kita kekelas aja yu.” Shilla meraih tangan Rio dan menariknya menuju kelas.

“lah shill, kita kan baru juga ngobrol masa mau ke kelas, ntar aku ketemu sama si agni itu lagi.” Kata Rio malas-malasan, tapi shilla tetap menarik tangannya.

“udah lah yo, dikelas juga kita kan bisa ngobrol, kalo masalah agni gampang, agni kan udah dijaga sama cakka nanti.” Kata shilla santai.

Rio hanya menuruti kemauan kekasihnya itu, terpaksa ia berjalan dengat tidak semangat menuju kelasnya.

Sedangkan disudut lain seorang pemuda jangkung berdiri tegak, tersenyum masam penatapi punggung kedua sejoli yang kini semakin jauh melangkah. Ia memejamkan matanya, lalu menghela nafas berat sambil membuka kembali matanya. Lalu kembali menyunggingkan senyum yang sekarang lebih getir dari senyumannya yang tadi.

“gue harap lo bahagia sama Rio, shill.” Katanya.

“mungkin gue bego ngerelain orang yang gue cintai demi bahagia dengan orang lain yang dia cintai, tapi itu udah cukup buat gue, ngeliat lo senyum aja gue udah seneng shill.” Lanjutnya berbicara sendiri, lalu menarik salah satu ujung bibirnya membentuk seulas senyuman sinis. Kemudian dia berbalik dan melangkah meninggalkan tempat itu..

Selasa, 07 Juni 2011

Love Story ~part4~

Posted by Avinda deviana devah at Selasa, Juni 07, 2011 0 comments
Sepanjang perjalanan ify hanya menatap kearah jendela, dengan satu tangan menopang dagunya. Ia menghela nafas berat, bosan juga terus memandangi jajaran jajaran pohon yang menjulang tinggi ke atas, karena memang tak ada hal yang aneh lagi selain pohon pohon itu. Sekarang ify menengadahkan kepalanya keatas menatapi langit langit mobil inova milik keluarga Rio, dan menghela nafas sekali lagi, lalu mengalihkan pandangannya ke langit cerah yang berwarna biru laut itu dan tersenyum tipis.
Sedangkan pemuda di samping ify duduk bersandar pada jok mobil dengan tangan di lipat di depan dada dan mata yang terpejam, masih dengan earphone yang menguntai di telinganya sejak –berada dirumah ify- tadi.
Suasana dimobil saat ini memang sunyi, hanya terdengar suara desauan AC mobil dan helaan nafas para penumpang mobil (?). dan tentu saja ini semakin membuat ify bosan, tak ada musik yang melantun dari CD mobil ini, tak ada satu suara pun yang mengajak ify berbicara. Ia lagi-lagi menghela nafas, kali ini sangat panjang. Ify menoleh kearah pemuda yang duduk di sampingnya. Ia memandangi pemuda itu dalam-dalam, mencermati tiap lekukan lekukan wajah tampan pemuda itu, seulas senyuman tipis terukir di wajah cantik ify. Ia menyadari betul bahwa pemuda yang kini tengah terpejam dihadapannya itu sangat tampan, sangat sempurna. Tentunya pemuda yang kini tengah ia perhatikan tidak menyadari itu. Beberapa detik kemudian ify menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba menyadarkan diri dan menghilangkan beberapa fikiran yang melayang di fikirannya. Kemudian dia memutar bola matanya lalu melengos seakan bersikap tak peduli dan menganggap tak pernah terjadi apa-apa.
Ify merasa bosan yang melandanya kini semakin menjalar, ia –lagi-lagi- menghela nafas berat. Lalu ia putuskan untuk memainkan jari-jarinya dan menghentak-hentakkan kakinya pelan berharap sedikit mengurangi rasa bosannya, walau hasilnya nihil, justru malah menambah kegaringan saat itu. Ify menghentikkan aktivitasnya –memainkan tangan dan hentakkan kakinya-, sedikit menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal, sudah satu jam lebih ify duduk dalam keadaan seperti ini. Lalu ify diam sejenak, sayup sayup ia mendengar suara musik yang keluar dari earphone yang menguntai di telinga Rio. Lagu yang tak asing lagi di telinga Ify, lagu yang sering di bawakan oleh salah satu band ternama di Indonesia, D’massive. Lagu itu berjudul Rindu setengah mati.

Aku  ingin  engkau  ada  disini
menemaniku  saat  sepi
menemaniku  saat  gundah



berat  hidup  ini  tanpa  dirimu
ku  hanya  mencintai  kamu
ku  hanya  memiliki  kamu



ify mencermati lirik-lirik lagu itu, lalu memiringkan kepalanya dan memasang tampang yang seperti sedang berfikir.

aku  rindu  setengah  mati  kepadamu
sungguh  ku  ingin  kau  tahu
aku  rindu  setengah mati



ify terkekeh saat mendengar reff lagu rindu setengah mati itu, oh rupanya dia lagi rindu sama seseorang. Pikirnya sok tau, lalu kembali membenahi posisi duduknya seperti semula.

meski  tlah  lama  kita  tak  bertemu
ku  slalu  memimpikan  kamu
ku  tak  bisa  hidup  tanpamu



aku  rindu  setengah  mati kepadamu
sungguh  ku  ingin  kau  tahu
aku  rindu  setengah  mati.



Hingga akhirnya lagu itu selesai, dan ify tak memperdulikan lagu selanjutnya yang terputar, ia memilih untuk mengikuti Rio, untuk mendengarkan musik. Ia merogoh ipod dari sakunya dan mengeluarkan earphone dari dalam tasnya, dan mulai mendengarkan musik, lalu memejamkan mata, ia memilih untuk tidur saja.

Setelah beberapa lama tenggelam dalam kesunyian wanita dan pria yang duduk di kursi depan –si pria di kursi pengemudi, si wanita di kursi sebelahnya- akhirnya si pria angkat suara, memecahkan keheningan yang tercipta.

“mah coba liat Rio sama Ify deh, ko kayanya mereka diem dieman aja” ujar sang pria kepada wanita di sebelahnya yang tak lain adalah istrinya dengan suara yang pelan, namun masih cukup terdengar oleh wanita di sebelahnya itu, dan pandangan masih focus pada jalan.

Sang wanita kemudian mengangguk, dan menoleh kebelakang, dilihatnya kedua anak remaja yang tengah terlelap dalam posisi yang sama dan -sama-sama- memakai earphone. Kemudian ia tersenyum.

“mereka tidur pah” ucapnya.

Si pria lalu melihat pada kaca mobil diatasnya, terlihat disana memang kedua anak itu –Rio-Ify- tengah terlelap. Ia pun ikut menoleh kebelakang, dan tersenyum penuh arti.

“mereka cocok ya mah.” Ujarnya si wanita hanya mengangguk.

“semoga rencana kita berhasil.” Ucapnya lagi, lagi lagi si wanita hanya mengangguk. Akhirnya mereka berdua kembali menghadap depan dengan senyum penuh arti terlukis di masing-masing wajah mereka.

Ify mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan, namun tak sepenuhnya membuka mata. Ify dengan jelas mendengar percakapan kedua orang itu tentang dirinya dan pemuda yang terlelap di sampingnya. Biarpun mata ify tertutup dan telingannya memakai earphone tetap saja percakapan itu terdengar, karena ify memutar lagunya dengan volume yang kecil. Ify mendesah pelan, masih tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Ify dan Rio cocok? Lalu rencana apa yang mereka rencanakan? Hanya itu yang membayangi benaknya. Sesaat kemudian ify kembali memejamkan matanya, dan mencoba mengabaikan bebagai fikiran yang jatuh dalam otakknya kali ini, walau dalam hatinya ify tersenyum…

Begitupun dengan pemuda di samping ify ini. Ia pun juga mendengarkan dengan jelas apa yang kedua orang tuanya bicarakan. Karena dengan kebetulan Rio tadi terbangun dalam tidurnya, hanya saja tidak membuka mata, dan musiknya berhenti. Rio tetap diam, deru nafasnya mulai memanas, rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal, menahan emosi. ‘Enggak! Enggak! Kalo yang mereka rencanain itu adalah ‘itu’ gue harap itu ga terjadi!’ batin Rio


*************************************************

Setelah beberapa jam yang lalu keluarga Rio –termasuk Ify- sampai di rumah mewah keluarga Haling, mereka disibukkan dengan kesibukan masing-masing. Seperti, Adit di sibukkan dengan tugas kantor yang –selama liburan- ia tinggalkan, sementara Maria mengoceh sambil mengomeli pembantu-pembantunya yang tak –becus- merawat tanaman-tanamah kesayangannya hingga banyak yang layu dan mati. Sedangkan si Tuan muda Mario Stevano berada di dalam kamarnya dan merebahkan diri di kasurnya, masih berkutat dengan ipod dan earphone yang masih menguntai di telinganya, lalu kembali terpejam, artinya tertidur lagi. Dan terakhir, penghuni baru rumah ini, Ify. Ify masih disibukkan sendiri dengan memberes-bereskan barang-barangnya di kamar barunya ini. Ia sudah memasukkan baju-bajunya kedalam lemari –baru- nya, membereskan barang-barang bawaannya yang lain seperti sepatu-sepatu dan sandal-sandal kesayangannya, topi, buku-buku favoritnya, barang-barang keperluan pribadinya, tak lupa boneka stich dan jam weker yang sama –berbentuk stich-  ia bawa dan di pajang di atas meja dekat kasurnya. Setelah selesai beres-beres, ifu duduk di tepi ranjangnya. Ia melihat ke setiap sudut ruangan itu.

“lumayan juga ni kamer baru” gumamnya “persis sama kamer gue yang dirumah” lanjutnya. Kemudian ify merebahkan dirinya di kasur, merentangkan tangannya yang terasa sedikit pegal, berguling guling ke kanan dan kekiri, lalu tengkurap. Ify teringat pada ponselnya, lalu ia segera mengambil ponselnya yang ada di tas kecil yang tergeletak pasrah di kasurnya.

Ada dua pesan yang masuk, lalu ify membuka pesan pertama, yang ternyata dari mamanya.

From: my mother J

Ify, gimana udah nyampe sayang?

Ify tersenyum membaca pesan dari mamanya itu, lalu segera mengetik balasan untuk mamanya.

To: my mother J

Maap baru ify bales ma, ify udah nyampe dari tadi J

Setelah itu ify membuka pesan kedua yang datangnya dari sahabatnya, dea.

From: deacris ^^

Fy, lo udah nyampe belon? Gimana malaikat gue selamet kan? Ga lo apa apain kan?

Ify mendengus saat membaca pesan kedua yang dating dari sahabatnya itu “ni anak bukannya nanyain gue malah nanyain orang lain” gumamnya, lalu mengetik balasan pada dea.

To: deacris ^^

Udah dari tadi, neng! Malaikat lo udah gue tendang tadi di jalan… hahahaha ngga JK, dia selamet ko, gue sebel sama lo de, bukannya nanyain gue malah nanyain orang itu-_-

Sambil menunggu balasan, ify kembali meletakkan ponselnya di atas kasur, dan membalikkan badan dari tengkurap menjadi terlentang. Tak beberapa lama ponsel ify kembali bergetar, ify pun segera mengambil ponselnya dan membaca pesan yang barusan masuk.

From: deacris ^^

Bagus deh kalo dia ga kenapa-napa ^^, buahahahaha JK fy, lo juga ga kenapa-napa kan? Pasti dong, ka nada malaikat gue, hehehe -__-v

Ify mencibir setelah membaca pesan dari sahabatnya itu. Dan tidak membalasnya lagi, karena ia sudah merasa capek, akhirnya dia memutuskan untuk tidur sejenak.


---------------------------------------------------------------------------------------------

Tok tok tok…
Suara ketukkan pintu itu membangunkan ify dari tidurnya. Ia menggeliat, lalu mengucek ngucek matanya, dan menoleh pada jam weker berbentuk stich di atas mejanya. Mata ify membulat seketika melihat jarum pendek berada di tengah-tengah angka 6 dan 7. “ebuseeeeet gue tidur lama bener” ujarnya “dari jam 3 sore, kaya kebo aja, ckck” lanjutnya. Lalu segera beranjak dari tempat tidur untuk membuka pintu, karena terdengar ketukkan lagi.

Klek! Ify membuka pintunya, seseorang yang berada di hadapannya tersenyum padanya. Ify hanya memamerkan cengiran kudanya.

“baru bangun ya fy? Maap ya tante ganggu kamu, kamu pasti capek kan?” ujar maria.

Ify menggeleng dan tersenyum “ngga ko tan, ga papa, lagian ify udah ga capek, hehe.” Kata ify.

“hmm ya sudah, ayo makan malam, kamu udah mandi belum?”

“hehe, belum tan tadi ketiduran soalnya.”

“ya udah, mandi dulu sana, nanti turun makan ya fy.”

Ify tak menjawab, ia hanya mengangguk, dan maria pun berlalu. Ify kembali menutup pintu kamarnya dan bergegas untuk mandi.

Setelah 15 menit menghabiskan waktu untuk mandi, ify segera turun menuju ruang makan. Dengan cepat ify menuruni undakkan demi undakkan tangga, karena tak mau membuat keluarga –barunya- ini menunggu terlalu lama.

Diruang makan keluarga –barunya- itu sudah berkumpul dan duduk di tempat masing-masing. Ify segera menghampiri mereka, dan menyapanya.

“malem om, tente…ka..rio” katanya dan tersenyum manis pada mereka.

“malem fy” jawab adit dan maria.

Sedangkan Rio hanya diam, dan menoleh pada ify tanpa ekspresi, kemudian mengangguk tanpa semangat, dan kembali melengos. Ify mengerucutkan bibir, hanya itukah responnya? Tak ada jawaban, tak ada senyuman, yang ada hanya tatapan tanpa ekspresi dan tidak semangat. Sepertinya Rio tak senang ify berada disini. Tapi kemudian ify memutar bola matanya dan mengangkat kedua bahunya. Mungkin dia belum terbiasa ada gue, pikirnya. Tapi hatinya tetap mencibir. Ify berjalan menuju meja makan, dan duduk tepat di samping Rio –yang sebelumnya maria manunjuk tempat duduk Ify-. Mereka semua makan bersama dengan tertib (?)
“ayo fy makan yang banyak, jangan sungkan-sungkan ya anggap rumah kamu sendiri, dan anggap kami orang tua kamu.” Ucap maria sembari tersenyum.

“iya tante.” Kata ify mengangguk, tak lupa dengan senyuman yang manis yang ify punya.

“oya fy, besok kamu mulai sekolah, om udah ngurusin semuanya. Kamu sekolah ditempat Rio.” Ujar adit.

“makasih om buat semuanya” ujar ify “memangnya sekolah ka rio, em maksudnya sekolah ify dimana?” lanjutnya seraya melirik Rio. Rio masih asik menyantap makanannya, tapi kemudian tersadar karena ada yang meliriknya. Rio kembali menatap ify sambil terus mengunyah makanannya. Setelah makanannya ditelan Rio bergumam “ngapain lo lirik lirik, gue cakep? Udah dari lahir kali” dengan PDnya. Kemudian kembali melengos dan menyantap makanannya.

“idiiiiiiiih” cibirnya, kemudian bergidik. ‘pede banget ni orang’ tambahnya dalam hati.

“haha, sudah sudah” kata adit yang –kebetulan- melihat kejadian tadi “iya sama-sama fy, kamu sekolah di SMA Darma Buana.” Lanjutnya.

Ify yang kebetulan sedang mengunyah makannya tersedak seketika mendengar nama sekolah yang di sebutkan. “uhuk uhuk.” Ify langsung meminum minumannya di Bantu oleh maria, kemudian mengusap-usap dadanya.

“makanya kalo makan ati ati dong.” Cibir Rio.

Rio, kamu itu.” Maria membentak rio pelan “sabar sayang, nih minum lagi.” Lanjutnya, seraya mengelus punggung ify dan menyodorkan segelas air putih padanya.

Bagaimana tak kaget, SMA Darma Buana itu SMA paling elite di Jakarta paling terfavoriet, banyak yang minat bersekolah disana, tetapi sayangnya banyak yang tidak di terima, dikarenakan kurang memenuhi syarat dan ketentuan. Bukan hanya teori yang dibutuhkan di sekolah ini tetapi materi juga sangat penting bagi sekolah ini, tak heran siswa siswi yang bersekolah disini kebanyakan dari kalangan orang orang mapan. Ada juga yang mendapat beasiswa.
Sekolah ini mengajarkan untuk saling menghormati seksama, entah orang itu dari kalangan kaya atau miskin, berbeda keyakinan, dan lain-lain, makanya antar siswa siswi di sini menjalin hubungan baik.

Sekolah ini tidak hanya terkenal di Indonesia, tetapi terkenal juga di luar negri, seperti singapura, Malaysia, London, dan lain-lain. Ya karena sering diadakan pertukaran pelajar dengan Negara-negara itu. Bukan hanya pertukaran pelajar, tetapi siswa siswai SMA ini sering pulang pergi olimpiade di Negara itu, dan tentu saja mereka pulang dengan hasil yang memuaskan, tak jarang mereka pulang dengan membawa hasil perjuangan mereka, mereka selalu menjadi jawara di olimpiade-olimpiade itu.

Ify sudah mulai merasa tenang. Dia kembali memakan makanannya. Tapi ify masih tak percaya. “om ify beneran sekolah di situ?” tanyanya.

“iya fy, nanti besok hari pertama kamu sekolah, dan om yang akan ngenter kalian kesekolah.” Ucap adit menatap putra semata wayangnya, Rio, dan anak sahabat terdekatnya, Ify. Seraya tersenyum pada keduanya.

“tapi pah, Rio bisa bawa mobil sendiri ko.” Sergah Rio.

“ngga Rio, kamu besok berangkat sama papa, sama ify.” Ujar adit, “dan.. ngga ada tapi-tapian lagi.” Lanjutnya tegas, tapi pelan sebelum Rio protes lagi. Rio mendengus, kemudian berdecak pelan.

Ify yang sedari tadi melihat perdebatan kecil antara adit dan rio hanya diam, kemudian mengangguk saja.

Rabu, 01 Juni 2011

Love Story ~part3~

Posted by Avinda deviana devah at Rabu, Juni 01, 2011 0 comments
Satu minggu telah berlalu, tiba saatnya Rio dan keluarganya kembali ke kota asalnya, Jakarta, karena waktu liburan telah habis. Hal ini membuat ify setengah gambira dan setengah bersedih. Ify tak mau meninggalkan kota tempat kelahirannya ini hanya untuk bersekolah, tapi di satu sisi keputusan ini menyangkut masa depannya kelak. Ify melamun, termenung sendiri diatas kasurnya, ia memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya di tumpuan lututnya.

‘cklek’
Suara kenop pintu, sepertinya ada yang masuk kamar, ify mengangkat wajahnya. ‘oh mama’ batinnya, lalu mengubah pose duduknya menjadi bersila. Ify tersenyum tipis pada mamanya yang kini mulai mendekat, lalu mamanya duduk tepat disebelah ify, dan mulai berbicara.

“sayang, kenapa belum siap-siap? Besok kamu kan berangkat ke Jakarta.” Kata mamanya seraya menyisipkan helaian rambut ify kebelakang telinganya. Ify tak menjawab ia hanya menunduk pasrah.

“ify, kamu sudah besar nak, lagi pula di sana ka nada Om Adit sama Tante Maria, mereka akan jadi orang tua kamu di sana, ini juga kan demi cita-cita kamu sayang, disana kamu juga bakal ketemu teman-teman baru. Kamu jangan gini dong.” Ucap sang mama lirih, seraya membelai rambut anak gadisnya itu.


*Flashback on


Beberapa hari setelah kejadian Rio menjahili Ify (part2), Ify di panggil sang ayah untuk menghadapnya di ruang kerja ayahnya. Ify pun memenuhi panggilan sang ayah, ia menghadap ayahnya di ruang kerja. Disana –ruang kerja- sudah ada yang mama yang tengah berdiri di samping ayahnya yang duduk menghadap meja kerjanya. Ayahnya menyuruh ify duduk, tanpa merasa ada sesuatu ify menuruti perintah ayahnya dan duduk berhadapan gengan ayahnya.

“kenapa yah?” tanyanya.

“ify, kamu serius kan sama cita-cita kamu?” sang ayah balik bertanya.
Ify menggrenyitkan kening “ iya yah, memangnya kenapa?”

“kamu ikut om Adit sama Tante Maria ya, kamu akan melanjutkan sekolahmu disana” ujar sang ayah, yang membuat ify tersentak, “dijakarta? Maksudnya?” ucap ify tak mengerti.

“iya, kamu kan ingin cita-citamu tercapai, nah jadi kamu selesain sekolah disana, SMA, kuliah disana, biar mudah, disana kamu tinggal serumah sama om Adit, tante Maria, dan nak Rio, papa udah titipin kamu ke om adit, kamu tak perlu segan-segan pada om adit, ya sayang” jelas sang papa.

Ify semakin tak mengerti, kenapa di Jakarta? Di Bandung juga kan banyak sekolah-sekolah favorit, pikirnya.
“tapi pah, bukannya disini juga banyak sekolah-sekolah bagus? Dan ify juga bisa ko gapai cita-cita disini, tanpa perlu kejakarta.” Protes ify.

“iya papa tau, tapi bukannya dijakarta banyak sekolah yang lebih bagus dari sini?” ujar sang papa.

Ify mendengus ‘iya sih emang banyak, tapi kan sama aja, kalo mau yang lebih bagus kenapa ga nyekolahin gue di Australia aja kaya ka Kiki –sodara ify-‘ ify ngomel sendiri dalam hatinya.

“fy? Ini bukan hal yang sulit ko, kamu tinggal sekolah disana, semuanya ditanggung om adit, papa sama mama janji bakal sering jenguk kamu di sana.” Ujar papanya meyakinkan anak gadisnya.
Ify akhirnya mengangguk pasrah, dia tak bisa lagi membantah perintah papanya.


*Flashback off



“iya deh ma, bantuin ify beres-beres ya ma” kata ify tersenyum, senyuman terpaksa, mamanya hanya menghela nafas, lalu mengangguk. Ify memeluk erat mamanya.

*****


Keesokan hariya…

Ify kini tengah siap untuk meninggalkan kota bandung, orang tua, dea, kenangan-kenangannya dulu, walaupun dengan terpaksa.
Ify menarik kopernya menuju halaman depan rumahnya setelah beberapa menit yang lalu mengucapkan selamat tinggal pada sebuah ruangan yang sudah melekat di hati ify (?), kamarnya. Dan juga setelah mamanya memanggilnya untuk segera keluar.

Ify berjalan gontai menuruni setiap anak tangga, sesekali ia menghela nafas berat. Berat rasanya untuk meninggalkan semuanya disini, ify memejamkan mata berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini jalan yang terbaik untuknya. Ia terus berjalan menuju halaman rumahnya dengan senyuman, meskipun senyuman terpaksa.


“lama banget sih lo! Habis ngapain dulu?” suara baritone itu membuncahkan lamunan ify, pemuda itu tengah bersandar dipintu dengan tangan yang dilipat didada, dan pandangannya lurus kedepan.
Ify yang di buyarkan langsung sadar dan bergerutu dalam hati ‘orang ini lagi! Tambah rusak deh mood gue liat dia, tampang sih cakep tapi kelakuan buruk udubillah’ begitulah kira-kira celotehan ify dalam hati. Ify buru-buru melengos dan beranjak dari tempat, sebelum terjadi perang mulut antara dia dan pemuda itu.

“nah, sayang ko kamu lama banget di dalem?” ujar mama ify berjalan mendekati ify, yang barusan keluar rumah, dan hanya di jawab dengan sebuah cengiran dari ify.

sana, masukin kopernya sayang.” Ujar mama ify –lagi- lagi-lagi ify tak menjawab, hanya sebuah anggukan kecil yang ia suguhkan.

Ia menarik kopernya dan berusaha mengangkatnya untuk dimasukkan kedalam bagasi mobil. Tapi ify yang merasa kewalahan karena kopernya berat, sang koperpun akhirnya hampir jatuh –ingat hampir jatuh- tiba-tiba koper itu ditahan oleh seseorang, hingga tak jadi jatuh.

“kalo ga bisa ngangkat sendiri, bilang kek!” kata pemuda itu jengkel.

Ify mendengus, “kalo ga ikhlas nolong ya jangan nolong dong!” ujar ify pelan, hampir tak ada yang mendengar, tapi tentu saja pemuda ini mendengar apa yang ify ucapkan barusan, karena jarak mereka dekat, ya meskipun tak jelas.

“eh? Apa? Gitu juga udah gue tolong! Bukannya bilang makasih.” Kata pemuda itu ketus. Ify hanya memutar bola matanya, lalu melengos dan melipat kedua tangannya didada.

“lagian, koper lo berat banget, bawa apaan sih?” kata pemuda itu –lagi- so’ pura-pura tak tahu, padahal sebenarnya ia tahu, ‘didalam koper itu mungkin ada berlipat-lipat baju, kosmetik, atau apalah barang cewe’ pikirnya.

“BOM!” jawab ify singkat dan asal, lalu meninggalkan Rio –pemuda tadi- menuju kerumunan lain, orang tuanya.

Rio yang cengo lantas menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan berkomat-kamit dalam hati. ‘ya tuhan, bener ga ya itu bom? Kalo bener itu bom, lindungi kami ya tuhan.’ Wajahnya sedikit memucat. Sebenernya komat-kamit yang barusan Rio ucapkan tak seharusnya diucapkan, karena mana mungkin gadis lugu seperti ify membawa bom dalam kopernya –tapi mungkin aja, tapi tentu tidak dengan cerita ini (?)-

Ify yang sedari tadi memeluk erat mamanya dan membenamkan wajah di pelukan mamanya tersenyum senang dan sedikit geli dengan ekspresi wajah Rio barusan. Di hatinya pun kembali muncul rasa yang aneh itu, desiran yang sempat hilang karena kebencian kini telah kembali. Entah mengapa, mungkin karena ia gr diperlakukan seperti tadi. Ify tahu ia hanya merasa kegeeran tapi ia membiarkan rasa ini menyeruak masuk kedalam hatinya, untuk sekedar menghiburnya.

“em.. sudah jam 8 kita berangkat sekarang aja yu!” ujar pria paruh baya itu, membuncahkan suasana.

Ify yang masih memeluk mamanya dan masih tersenyum geli, kini mulai mengendurkan pelukannya dan senyumannya mulai pupus. Waktunya telah tiba! Ify harus pergi meninggalkan kenangan disini, mamanya, papanya, dan… dea.. ‘oh dea dimana dia? Masa ga mau perpisahan sama gue.’ Pekiknya dalam hati, lantas melepaskan pelukanya dari mamanya.

“eh… tunggu sebentar om, ify mau pamitan sama dea.” Katanya dengan suara yang sedikit bergetar. Dan hanya dijawab dengan sebuah anggukkan oleh om adit. Ify tersenyum tipis, belum sempat membalikan badan, tiba-tiba… “ify……………” suara teriakkan itu memanggil ify dari belakang. Ify yang sudah mengenal suara itu langsung membalikkan badan dan berkata “deaaaaa….” Secara antusaias, lalu ify segera berlari kearah dea seraya membentangkan tangan, begitupun dari arah yang berlawanan, dea pun segera berlari dan membentangkan tangan, lalu akhirnya terjadilah peluk memeluk (?) antara ify dan dea –bayangin kaya di film India ._. –

Ify mendengar suara isakan dea semakin menjadi, ‘ya ampun saking sayangnya sama gue kali ya, dea sampe nangis gini.’ Batin ify, terharu. Sementara dea terus terisak, menggigit bawah bibirnya, menahan rasa sakit. “fy…” rintih dea.

“udah cukup de, gue tau lo pasti ga mau kan kalo gue pergi, jangan nangis ya de, ntar gue malah ikut nangis.” Ucap ify bergetar menahan tangis. “bu…bu…bukan itu fy! Hiks hiks..” ujar dea seraya meremas pundak ify.

“aw” rintih ify, “lo kenapa sih de?” kata ify lalu melepas pelukan dea. Dea yang masih terisak hanya menunjuk-nunjuk kebawah, kearah kakinya.
Ify yang tidak mengerti akan dea hanya memasang tampang kebingungan dan bertanya penuh keheranan. “apasih de? Yang jelas dong kalo ngomong!”
Dea lalu memejamkan mata dan menarik nafas panjang-panjang, seperti orang yang sedang mengumpulkan tenaga, lantas berbicara “KAKI GUE FY! KAKI GUE! LO INJEK, SAKIT FY SAKIT! Hiks” katanya dengan lantang dan bergetar di sertai isakkannya. Ify yang sedari tadi menutup telinganya dengan kedua tangannya lalu melirik ke arah kakinya, dan repleks mengangkat kakinya. Dea pun mengangkat dan memegangi kakinya yang kesakitan.

“sory ya de, hehe” kata ify nyengir.

“sakit fy, hiks” kata dea meringis kesakitan.
Lalu ify jongkok mengecek keadaan kaki dea (?) “ga bengkak ko de” gumam ify polos, yang dapat toyoran langsung dari dea.
“aw, apaan sih de, sakit tau!” kata ify meringis kesakitan, mengusap-usap kepalanya.
“ya elosih” kata dea, sekarang sudah mulai tenang, tapi masih sesegukan.

“ify, cepet sudah siang nak” ujar om adit menyuruh ify untuk segera berangkat.

Ify menoleh kearah om adit lalu menghela nafas panjang, dan kembali menoleh kearah dea “de gue pergi ya, jangan lupain gue oke!” pamit ify seraya memegang pundak dea. Lalu beranjak pergi dari situ.

“fy!” panggil dea parau, ify menoleh dan menatap dea dengan tatapan apa-lagi-de?
“jangan pergi dulu dong!” ucap dea manja, ify terkekeh kecil melihat perlakuan sahabatnya ini. Lalu ify kembali menghampiri dea.

“de, gue tau ko lo pasti ga mau kan kalo gue pergi, gue tau lo sayaaaang banget sama gue, tapi gue harus pergi de, sory” kata ify lirih.

Dea menghapus air matanya yang mengalir di pipinya, lalu berbicara “aapan sih lo fy, siapa juga yang sedih kalo lo pergi? Gue seneng malah, ga ada lagi yang cerewet, ga ada lagi yang ngerusak tivi gue!” dea menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya, sedangkan ify mengangkat sebelah alisnya, dan hanya menatap heran bercampur kesal pada dea, lalu akhirnya dea melanjutkan perkataannya “gue sedih tuh soalnya malaikat gue, pangeran ganteng mau pergi ninggalin gue” sambil melirik kearah rio yang sedari tadi bersandar stay cool di pinggir mobilnya dengan hedset yang mengalung di lehernya.

“haah? Lo itu sahabat macem apaan sih hah? gue mau pergi malah kaya gitu” kata ify sedikit membentak dea.
Dea yang sedikit ketakutan langsung tertawa setan (?) “bahahahahahahahwahahaha” sesekali memegang perutnya.
“de? Lo kenapa sih?” kata ify heran, memiringkan kepalanya.

“ify!! Ceper nak!” suara itu memanggil ify sekali lagi.
Ify lalu menoleh kearah suara itu “eh iya om iya, saya kesana” katanya, lalu kembali menoleh ke dea.
“udah deh de, terserah lo gue pergi ya, daaaah!” tanpa basa basi lagi ify membalikan badan dan bersiap meninggalkan dea.
“eh fy!” kata dea buru-buru menarik tangan ify.
“apa?” jawab ify datar.
“sory, gue sayang sama lo, gue tadi Cuma bercanda ko, gue juga ga mau lo pergi, lo jangan lupain gue ya fy!” kata dea tulus, ify pun mulai berkaca-kaca dan memeluk dea.
“gue janji de, lo baik-baik ya disini, gue titip mama sama papa gue ya! Lo sering-sering jenguk mereka ya!”
“pasti fy!”

“ify cepat! Sudah siang sayang!” kini giliran suara maria yang memanggil ify untuk yang ke tiga kalinya.

“gue harus pergi de.” Ujar ify, lalu melepas pelukan dea.
“hati-hati ya fy!” kata dea. Ify hanya mengangguk kecil lalu beranjak dari tempat.

“fy!”kata dea sedikit berteriak memanggil ify. Lalu ify pun menoleh kearah dea.
“jangan rusakin tivi orang lagi ya! Kalo kesel lo telpon gue aja” kata dea.
Ify mengagguk seraya mengangkat kedua jempolnya, ify mulai berkaca-kaca lagi. Lalu ia melanjutkan langkahnya menuju orang tuanya.

“pamitan lama banget sih.” Kata pemuda yang bersandar dimobil tadi.
Ify menghentikan langkahnya sejenak untuk melirik kearah pemuda itu, lalu kembali meneruskan langkahnya menuju orang tuanya.

“maa, paa, ify pergi ya!” lirih ify kepada kesua orang tuanya seraya menyiumi tangan keduanya.

“iya sayang, hati-hati yah, jangan nakal di sana!” kata mamanya mengusap puncak kepala ify.
Ify terkekeh, “mama kira aku anak kecil, nakal” katanya manja.
“bagi mama kamu itu putri kecil mama fy.” Lalu mamanya mencium kening ify.
“fy, jangan bikin om adit sama tante maria kesal sama kamu ya!” kini giliran papa yang angkat bicara.
“siap bos!” kata ify seraya mengangkat satu tangannya memberi hormat pada ayahnya (?)
“hahahaha” merekapun tertawa.
“yasudah fy, ayo kita berangkat!” om adit kembali bicara.
Ify menganggu kecil, dan kembali memeluk erat mama dan papanya, setelah itu ify berjalan menaiki mobil om adit, dan mereka pun siap berangkat.

Deru mesin mobil kini mulai menyala, dan mobilpun mulai berjalan meninggalkan rumah ify, ify melambaikan tangan pada ketiga orang yang berdiri didepan gerbang rumah ify, mamanya, papanya, dan dea. Mereka pun membalas lambaian ify.
 

secuil karya avinda Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea